BERITA JUSTITIA – Jakarta // Nurul Huda bersama warga Desa Tegal Rejo Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan selatan meminta perlindungan Hukum Kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo .
Dalam keterangannya Nurul Huda menjelaskan Peristiwa hukum yang dialami dirinya bersama Keluarga di Desa Tegal Rejo dirasakannya seperti mendapatkan tekanan dari Pihak Polres Kotabaru ” Rabu 25 Mei 22
Kasus bermula saat Sengketa Tanah di Desa Tegal Rejo Kotabaru yang dimana Jajaran Polres Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan melakukan Mediasi permasalahan sengketa Perdata Klaim Lahan antara Pengelola BUMDES dan Ahli Waris Almarhum Mukmin serta pencabutan pagar yang menghalangi jalan menuju kolam renang Ciblon dilokasi objek wisata Goa Lowo Desa Tegalrejo Kecamatan Kelumpang Hilir, Jum’at 06 Mei 2022, dimana diketahui bahwa warga yang mempunyai hak melakukan pemagaran ditanah yang telah dikuasainya sejak tahun 1985 bersama orang tuanya Alm. M. Mukmin.
Sesungguhnya kami berjuang dalam kebenaran untuk mempertahankan keadilan lahan itu milik kami yang lagi berproses Perdata di Pengadilan Negeri Kotabaru, yang belum Incrach, namun mengapa kini kami menjadi terlapor atas tanah kami sendiri di Polres Kotabaru.
Dengan dugaan keberpihakan yang menurut kami Tidak adanya keadilan untuk kami masyarakat Kota Baru” Kami telah mengadukan Kasat Reskrim AKP. Abdul Jalil, S.I.K. ke Propam Polda Kalsel ” Ucapnya .
Diketahui sebelumnya bahwa Acara mediasi telah digelar diruang Kantor Desa Tegalrejo dan disaksikan dihadiri beberapa anggota Polri dar Polres Kota Baru juga Sekdes Tegal Rejo RIFKI SETIAWAN, Perwakilan Camat Kelumpang Hilir SUHARTONO.,SE, Ahli Waris pemilik lahan NURUL HUDA, Pengelola Wisata Goa Lowo TRI WIDODO, Konsultan Hukum Ahli Waris GRAVEN MARVELO, S.H. dan puluhan pengurus objek wisata gowa lowo Desa Tegalrejo namun mediasi tersebut tidak membuahkan hasil yang baik.
Namun kami masyarakat Kota Baru harus menerima buntut dari permasalahan hukum tersebut setelah viral, dan mengadu ke Propam Polda Kalsel nampaknya Muhammad Suhud bersama, Abdul Aziz, Nurul Huda dan Juminem justru menjadi terlapor, sedangkan diketahui bahwa mereka mempertahankan lahan miliknya yang dilengkapi dengan Sporadik dan Membayar Pajak, sedangkan pihak Tergugat tidak ada memiliki surat penguasaan fisik apapun hanya bertahan dengan alasan tanah Negara.
Atas dasar itulah oknum kasat Reskrim Polres Kotabaru tersebut, yang dimana pada tanggal 23 Mei 2022 , memanggil saya ke Polres kotabaru untuk menghadap Agus Suyanto selaku Kanit Reskrimum Polres Kotabaru yang di Undang langsung oleh AKP. Abdul Jalil, S.I.K. pada tanggal 24 Mei 2022.
Dikarenakan saya tidak menghadiri pemanggilan itu,dikirimkan kembali panggilan ke-2x nya melalui surat yang di tanda tangani kasat reskrim pada tanggal 25 Mei 2022 untuk menghadap polres pada tanggal 26 Mei 2022. hanya selang 3 hari kasat reskrim polres kota baru memanggil saya 2x .
Perlu di perjelas kami masyarakat kota baru khususnya saya pribadi bersama keluarga bertahan karena haknya saya sebagai masyarakat dengan melakukan kebenaran bertahan dan atas lahan milik saya, begitu juga yang dialami oleh saudara saya Muhammad Suhud, Abdul Aziz, Nurul Huda dan Juminem juga mendapatkan panggilan terkait klarifikasi penutupan pagar, lantas bagaimana dengan mereka yang membuka dan merusak pagar kami.
Untuk itu Nurul Huda bersama keluarga dan teman teman Meminta keadilan dan Permohonan Perlindungan Hukum kepada Yang Terhormat Bapak Kapolri, Bapak Kabareskim Kepala Propam Mabes Polri, saya sebagai masyarakat Kota Baru yang lemah akan Hukum memohon perlindungan hukum atas upaya dugaan kriminalisasi terhadap saya dan juga saudara saya juga masyarakat lainnya, Kami hanya warga biasa Pak yang butuh perlindungan hukum dari pemerintah mengapa kami warga biasa dihadapkan dengan hukum seperti ini dan sepertinya pihak kepolisian polres kota baru seolah begitu inginnya seperti ingin memenjarakan saya, padahal saya bersama keluarga dan warga yang lainnya bertahan untuk kebenaran dan mempertahankan hak saya sebagai masyarakat ” Tutupnya ( *** )
Keterangan foto : Aspihani Ideris saat di wawancarai sejumlah wartawan
BERITA JUSTITIA – BANJARMASIN // KETUA Bidang Hukum DPW Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Kalimantan Selatan Aspihani Ideris geram atas pernyataan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Kotabaru, Suprapti Tri Astuti yang menyebut wartawan itu adalah distorsi. Kalimat distorsi yang dilontarkan tersebut terkesan bahwa wartawan dalam menyajikan pemberitaan dianggap pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dan sebagainya.
“Perlu anda ketahui, wartawan yang profesional ini dalam menyajikan berita tidak pernah menyimpang dari fakta yang sebenarnya. Anda (red Suprapti Tri Astuti) mengatakan bahwa wartawan itu adalah distorsi sama saja dengan menuduh wartawan dalam menyajikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya,” ucap Pengacara Kondang Kalsel ini kepada sejumlah awak media, Kamis (26/5/2022).
Menurut Aspihani yang di ketahui seorang Dosen Fakultas Hukum UNISKA ini, wartawan tersebut dalam menjalankan profesinya di lindungi Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia.
“Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 mengatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum. Artinya seseorang mengatakan wartawan itu adalah distorsi sama saja dengan sebuah tindakan menghalang-halangi wartawan dalam menyajikan berita,” ujarnya.
Menghalangi wartawan dalam penyajian berita itu adalah sebuah perbuatan pidana, sebagaimana dijelaskan pada UU Pers Nomor 40 tahun 1999, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).”
Tokoh Aktivis Kalimantan ini pun menilai, pernyataan distorsi seperti dilontarkan seorang pejabat publik itu sebuah pernyataan yang sangat tidak pantas di ucapkan.
“Saya berharap ibu Kepala Dinas PUPR Kotabaru sebagai seorang pejabat publik, seorang panutan, jangan sesekali lagi menganggap wartawan itu distorsi, karena kalimat itu sangat membuat hati kami sebagai seorang wartawan merasa terluka, kami bisa mempolisikan ibu atas pernyataan tersebut, ini adalah pembelajaran penting sehingga kedepan jangan sampai ada pejabat publik lainnya berkata asal ngomong seperti ibu. Sebaiknya ibu sebelum berucap, berpikir dulu, apalagi ibu adalah seorang pejabat publik, yang seharusnya panutan kami,” tukasnya. (wij)
BANJARMASIN – KALSEL // Wakil Sekretaris Jenderal (Wakasekjend) Bidang Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Qadir, SH, MA, menilai bahwa plot kriminalisasi terhadap Bendahara Umum PBNU, Mardani H Maming yang dilakukan pihak tertentu, telah gagal.
Gagalnya upaya kriminalisasi terhadap Mardani H Maming tersebut, didasarkan pada fakta dan bukti-bukti yang tersaji selama persidangan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, terdakwa dalam kasus dugaan gratifikasi atau suap ijin pertambangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin.
Wakasekjend Bidang Hukum PBNU, Abdul Qodir, SH, MA, menyatakan bahwa PBNU terus memantau dengan seksama jalannya persidangan dan pemberitaannya di media massa serta media sosial. “Karena sejak semula kami menangkap adanya gelagat kurang baik yang bertujuan tidak hanya hendak mengkriminalisasi Mardani H Maming, tapi juga bertendensi mendiskreditkan muruah jam’iyah Nahdlatul Ulama,” katanya.
Menurut Abdul Qodir, dari hasil pantauan persidangan, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi, yaitu : pertama, Mardani H Maming telah menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dengan menghadiri dan memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan.
Kedua, tidak ada fakta persidangan yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang mengaitkan Mardani H Maming dengan tindak pidana gratifikasi.
Ketiga, keterangan terdakwa Dwidjono yang menyatakan tidak ada aliran dana kepada Mardani H Maming dan tidak ada sangkut pautnya dengan kasus gratifikasi, adalah fakta persidangan yang amat penting. “Jadi sudah selayaknya menjadi dasar pertimbangan majelis hakim dan untuk menghilangkan persangkaan tanpa dasar kepada Mardani H Maming,” ucap Abdul Qodir.
“Dengan demikian, plot kriminalisasi pada Mardani H Maming gagal dengan sendirinya oleh fakta-fakta di persidangan,” tegas Wakasekjend Bidang Hukum PBNU tersebut.
Ditandaskan Abdul Qodir, bahwa PBNU memiliki komitmen untuk menegakkan keadilan bagi semua, tanpa terkecuali. “Untuk itu kami akan terus mengamati kondisi penegakan hukum di Indonesia dan berupaya memastikan terwujudnya prinsip free, fair, and impartial trial dalam negara hukum Indonesia,” pungkas Abdul Qodir. (***)
Keterangan foto belasan warga Kotabaru Kalimantan Selatan berorasi sebelum membuat pengaduan di Mabes Polri, Rabu (25/5/2022)
Berita Justitia – Jakarta. Merasa terzalimi oleh oknum petinggi Kepolisian, belasan warga Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan mendatangi Markas Besar Polisi Republik Indonesia di Jalan Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Kedatangan warga Kalimantan Selatan tersebut guna meminta keadilan dan perlindungan hukum serta sekaligus melaporkan oknum Polres Kotabaru ke Propam Mabes Polri.
Nurul Huda warga Desa Tegal Rejo Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan menceritakan, kedatangan pihaknya ke Mabes Polri tersebut adalah guna mencari ke adilan dan melaporkan atas perbuatan zalim yang menimpa keluarganya.
“Ini adalah bentuk perjuangan kami mempertahankan lahan milik kami yang di ramas, padahal perkara ini masih berproses Perdata di Pengadilan Negeri Kotabaru namun kami sekeluarga malah menjadi terlapor di Polres Kotabaru,” katanya sambil menetiskan airmata, Rabu (25/5/2022) kepada wartawan.
Menurutnya, meskipun ia bersama tim hukum telah mengadukan Kasat Reskrim AKP. Abdul Jalil, S.I.K. Ke Propam Polda Kalsel, namun malahan pihaknya menjadi terlapor dengan beragam dalih.
“Kasus ini bermula saat sengketa tanah di Desa Tegal Rejo Kotabaru yang, dimana jajaran Polres Kotabaru Kalimantan Selatan melakukan mediasi permasalahan sengketa Perdata klaim lahan antara Pengelola BUMDES dan Ahli Waris Almarhum Mukmin serta pencabutan pagar yang menghalangi jalan menuju kolam renang Ciblon dilokasi objek wisata Goa Lowo Desa Tegalrejo Kecamatan Kelumpang Hilir, Jum’at 06 Mei 2022, dimana diketahui bahwa kami yang mempunyai hak melakukan pemagaran ditanah yang telah kami kuasainya sejak tahun 1985 bersama orang tua Alm. M. Mukmin,” ceritanya sambil tertatih-tatih.
Diketahui lanjutnya bercerita, bahwa mediasi telah digelar diruang Kantor Desa Tegalrejo dan disaksikan dihadiri beberapa anggota Polres Kotabaru juga Sekdes Tegal Rejo RIFKI SETIAWAN, Perwakilan Camat Kelumpang Hilir SUHARTONO, SE, Ahli Waris pemilik lahan, Pengelola Wisata Goa Lowo TRI WIDODO, Konsultan Hukum Ahli Waris dan puluhan pengurus objek wisata Gowa Lowo Desa Tegalrejo namun mediasi tersebut tidak membuahkan hasil yang baik, ucap Huda.
Nampak berpihaknya oknum anggota polres kotabaru yang memberikan tekanan kepada Ahli Waris apabila tidak membongkar pagar yang di pasang maka polisi sendiri yang akan membongkar paksa pagar yang buat oleh warga yang dibuat di atas tanah sengketa, padahal pemagaran sudah terjadi sejak proses perdata sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Kotabaru.
Salah satu Kuasa Hukum Nurul Huda dan keluarga, Graven Marvello, SH mengatakan bahwa klien nya ini merasa terzalimi, sehingga mereka mendatangi Mabes Polri di Jakarta untuk mencari ke adilan dan perlindungan hukum.
“Buntut dari permasalahan hukum ini, kami mengadu ke Propam Polda Kalsel. Saya saat itu mendampingi Muhammad Suhud, Abdul Aziz, Nurul Huda dan Juminem ke Polda, namun justru semua klien kami menjadi terlapor dalam hal tersebut sedang kan diketahui bahwa mereka mempertahankan lahan miliknya yang dilengkapi dengan Sporadik dan membayar Pajak, sedangkan pihak tergugat tidak ada memiliki surat penguasaan fisik apapun hanya bertahan dengan alasan tanah Negara,” cerita Graven kepada wartawan, Rabu (25/5/2022) di Jakarta.
Oleh karenanya, dirinya meminta agar Kasat Reskrim Polres Kotabaru di sanksi tegas. “Sedih sekali perasaan mereka pak, bayangkan mereka semua menjadi korban kriminalisasi dan intimidasi kasat reskrim Polres Kotabaru jauh-jauh datang dari Kotabaru Kalimantan selatan dengan harapan yang penuh ke Jakarta untuk memohon keadilan dan perlindungan hukum kepada Bapak Kapolri dan jajarannya. Kami berharap Kapolri memberikan sanksi tegas kepada oknum kasat Reskrim Polres Kotabaru tersebut, pindah tugaskan saja mereka para oknun polisi tersebut yang menzalimi warga,” pintanya. (red)
BERITA JUSTITIA – KALSEL // Setelah beberapa waktu lalu membantah kesaksian yang menyebutkan aliran dana ke Bendum PBNU, Mardani H. Maming, kini kuasa hukum mengungkap fakta baru. Dia menyebutkan kronologi dan fakta terkait uang sebesar Rp 89 miliar yang disebut mengalir ke Mardani.
“Saya memiliki dokumen lengkap untuk membantah seluruh keterangan saksi Christian Soetio terkait aliran dana. Kesaksian Christian tidak disertai dengan bukti dan fakta yang ada,” tegas pengacara yang bergabung dalam Titah Law Firm itu.
Sebelumnya, dalam persidangan, di PN Tipikor Banjarmasin, Kalsel, Jumat (13/5/2022), Christian Soetio, yang kini menjabat direktur PT. PCN menyebut adanya aliran dana kepada Mardani H Maming, melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). Padahal, kata Irfan, transfer itu justru ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani malah justru PT.PCN lah yang mempunyai utang kepada PT.TSP dan PT.PAR sebesar 106 M yang saat ini sedang dalam proses Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
“Kesaksian itu fitnah yang keji karena dana tersebut faktanya ditransfer ke rekening PT PAR dan PT TSP yang merupakan dana tagihan kepada PT. PCN. Dimana saat itu PT PAR ataupun PT TSP memang dimiliki keluarga Mardani H. Maming, tapi tidak ada kaitan dengan Bapak Mardani,” jelas Irfan Idham.
Irfan melanjutkan PT PAR dan PT TSP milik Batulicin Enam Sembilan Group saat itu menjalin kerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara PT Angsana Terminal Utama (ATU).
“Jadi ini adalah murni hubungan keperdataan antara perusahaan dengan perusahaan atau dengan kata lain ini adalah murni busines to business,” tegas Irfan.*
Dari dokumen yang dihimpun, Mardani H. Maming memang belum menjadi pemilik perusahaan karena pada tahun 2009 sampai dengan 2018 pak mardani tidak terlibat dalam perusahaan karena sedang menjabat. Adapun PT. PAR dahulunya merupakan anak perusahaan dari PT. BES yang kemudian dimiliki secara penuh oleh PT. PCN.
Berdasarkan fakta-fakta dan bukti, Irfan merunci kronologi kasus itu sebagai berikut :
Mulanya, pada 21 Februari 2011 PT ATU didirikan dimana pemegang saham saat itu ialah Rois Sunandar Maming 80% & M. Bahruddin 20%, yang sudah mempunyai ijin pelabuhan, dimana hal tersebut adalah sepenuhnya milik perusahaan B69
Lalu pada 02 April 2012 PT PCN sebagai investor menawarkan kerjasama dengan membangun fasilitas crusher dan counveyor sehingga disepakati PT.PCN mendapatkan saham PT. ATU sebesar 70% dan susunan kepemilikan saham PT. ATU berubah menjadi M. Bahrudin 30% (B69) & PT. PCN 70%. Susunan direksinya, ialah Hendry Soetio sebagai direktur dan M. Bahruddin sebagai komisaris.
Selanjutnya pada 28 Februari 2014 terjadi pernyataan keputusan di luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa PTATU, M. Bahruddin pemegang saham 30% di PT. ATU berubah menjadi PT. TSP yang merupakan bagian dari B69. Dengan susunan direksi PT TSP, Direktur M. Aliansyah & Komisaris M. Bahruddin.
Kemudian pada 20 Agustus 2014 atas inisiatif Hendry Soetio selaku direktur PT ATU pada saat itu menawarkan perubahan pembagian hasil deviden 30% PT TSP dipersamakan dengan Fee Rp. 10.000/Mt dengan maksud untuk mempermudah hasil penghitungan dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara PT. TSP dan PT ATU.
Selanjutnya tangal 31 Desember 2015 dan 01 Januari 2016 atas keinginan Hendry selaku Direktur PT PCN (Pemilik Saham 70% di PT ATU ) ingin menguasi 100% saham di ATU, agar dapat melakukan pinjaman Bank. Sehingga menawarkan merubah saham 30% milik PT. TSP dirubah menjadi Fee Rp.10.000/mt yang diserahkan kepada PT. Permata Abadi Raya (PAR) yang merupakan bagian dari B69. Dana inilah yang menjadi tagihan PT.PAR kepada PT. PCN yang disebut Christian merupakan aliran dana kepada Mardani H. Maming. dari hal ini, justri PT.PCN lah yang memiliki hutang kepada PT.PAR yang saat ini sedang dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada pengadilan negeri jakarta pusat
Lalu 25 Agustus 2016 pada akhirnya terjadi perubahan nama pelabuhan milik PT. ATU menjadi pelabuhan PT PCN yang tercantum dalam surat keputusan dirjen perhubungan laut. BX-285/PP 008. Dalam pertimbangannya di poin B bahwa terminal untuk kepentingan sendiri yang akan dikelola oleh PT PCN sebelumnya adalah milik PT ATU yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan berdasarkan keputusan menhub no. KP.940 tanggal 28 November 2011.
“Saat ini PT. PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang dalam perkara Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di pengadilan Negri Jakrta Pusat dalam Perkara Nomor 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst, dimana dalam perkara tersebut Jhonlin Group adalah pihak investor ingin mengambil alih kepemilikan aset dan perusahaan PT. PCN. (***)
Keterangan foto : Aspihani Ideris di sela-sela acara Milad Bunda Mona dan Normilawati, Senin malam (23/5/2022)Keterangan foto Aspihani dalam sambutannya di acara Milad Bunda Mona dan Normilawati (istri Aspihani Ideris sendiri, Senin malam (23/5/2022)
BERITA JUSTITIA – BANJARMASIN// KESAKSIAN Direktur Utama PT. Prolindo Cipta Nusantara (PCN) menyebut dalam persidangan di PN Tipikor Banjarmasin, Kalsel, Jum’at yang lalu (13/5/2022) adanya aliran dana gratifikasi ijin tambang sebesar Rp 27,6 miliar kepada mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming adalah bentuk kesaksian yang sesat dan fitnah. Hal ini di bantah langsung oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM Kalimantan), Aspihani Ideris kepada wartawan, Senin (23 Mei 2022) disaat menyampaikan kata sambutannya dalam acara Milad Bunda Mona Ke 54 tahun dan Normilawati Ke 33 tahun di cafe Panas Dalam Teluk Dalam Banjarmasin.
“Saya sudah komunikasi sama beliau (red Mardani H Maming), bahwa beliau tidak pernah menerima dana gratifikasi dari siapapun disaat beliau menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu dulu,” kata Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini dalam sambutannya.
Disaat wartawan mempertanyakannya, mengapa saudara terkesan membela Mardani H Maming di luar profesi yang saudara pangku, Aspihani menjawab dengan tegas, “bapak Mardani itu adalah Ketua Dewan Pembina LEKEM Kalimantan dan juga salah satu Dewan Pembina DPN P3HI. Wajar kami membela pembina organisasi kami sendiri, karena di organisasi kami tersebut sudah bertekad mengedepankan rasa kekeluargaan, ibarat satu tubuh ada yang sakit, maka semuanya akan merasakan sakit juga,” ujar Aspihani.
Mardani H Maming itu tidak bersalah, hanya dI buat terkesan bersalah lanjut Aspihani menegaskan, dan menurutnya, menyeruaknya pemberitaan di media on-line saat ini, dinilai adanya kekuatan magnet yang sengaja di hembuskan untuk menjatuhkan dan adanya sebuah kepentingan politik di saat-saat menjelang Pemilu 2024 ini.
“Sepertinya ini adanya kepentingan politik tingkat tinggi. Bagi anda-anda yang berpikir, pasti mengetahuinya,” ucapnya.
Apalagi kata Aspihani issu gratifikasi ijin tambang batubara tersebut sudah dibantah oleh mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo yang diketahui menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi ijin tambang.
“Semua tudingan miring ini sudah terbantahkan, karena dalam kesaksian bapak Dwidjono Putrohadi Sutopo dalam sidang siang tadi (red Senin 23/5/2022) di Pengadilan Tipikor Banjarmasin bahwa Mardani H Maming tidak ada menerima sepeserpun uang hasil gratifikasi ijin tambang senilai Rp 27,6 miliar. Sudah jelaskan?” Tanya balik Aspihani Ideris kepada wartawan.
Dengan demikian, tegas Aspihani tudingan bahwa Mardani H Maming turut menerima aliran dana hasil gratifikasi dalam perkara dugaan korupsi mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo tersebut, terbantahkan dan itu adalah fitnah yang menyesatkan, tutur Dosen Hukum UNISKA ini.
“Mardani H Maming terima uang gratifikasi itu adalah fitnah yang sangat menyesatkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu juga, Aspihani menegaskan, kalau Mardani H Maming di panggil kembali sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, iapun menyatakan akan siap turunkan 100 Advokat dan massa sebagai bentuk dukungan moral terhadap salah satu Dewan Pembina Organisasi Advokat P3HI.
“Pak Mardani adalah Dewan Pembina di OA P3HI dan juga Ketua Dewan Penasehat di LSM LEKEM kalimantan. Memberikan dukungan moral terhadap beliau merupakan sebuah kewajiban kami. Kalau beliau dipanggil serta di hadirkan kembali sebagai saksi, maka kami akan menurunkan massa juga sebagai bentuk dukungan moral terhadap beliau (red Mardani H Maming) ” tegas Aspihani yang merupakan salah satu Dosen Fakultas Hukum UNISKA ini dengan di deringi suara meriah tepuk tangan undangan yang hadir pada saat itu.
Aspihani pun dalam sambutannya mengucapkan Selamat Ulang Tahun buat Bunda Mona yang ke 54 tahun serta juga mengucapkan selamat Milad ke 33 tahun untuk istrinya sendiri ibu Normilawati.
“Semoga yang berulang tahun panjang umur dan mendapatkan keberkahan dari dunia sampai ke akhirat kelak,” tukasnya.
Foto saat perayaan Milad Bunda Mona dan Ibu Normilawati, di cafe Panas Dalam Banjarmasin, 23 Mei 2022
BERITA JUSTITIA – KALSEL // Mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Dwiyono Putrohadi Sutopo yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi ijin tambang, memastikan bahwa Mardani H Maming tidak ada menerima sepeserpun uang hasil gratifikasi ijin tambang senilai Rp 27,6 miliar.
Dengan demikian, tudingan bahwa Mardani Haji Maming turut menerima aliran dana hasil gratifikasi dalam perkara dugaan korupsi mantan Kepala Dinass ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo tersebut, terbantahkan.
Pada sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5), Dwidjono selaku terdakwa memastikan bahwa, Mardani H Maming mantan Bupati Tanah Bumbu itu tak ada menerima sepeserpun dari hasil gratifikasi pengalihan izin tambang senilai Rp27,6 miliar di perkara ini.
Hal itu terungkap manakala Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung, Abdul Salam, menanyakan langsung kepada Dwi, ihwal benar tidaknya Mardani H Maming turut menikmati aliran dana tersebut.
“Uang perusahaan (Rp27,6 miliar) nggak ada,” kata Dwi menjawab pertanyaan Salam saat diperiksa sebagai terdakwa.
Salam mengatakan, pihaknya menanyakan hal itu untuk menghindari adanya polemik yang muncul efek dari perkara yang saat ini tengah berjalan.
Sebab kata Salam, jangan sampai kita mengkriminalisasi seseorang tanpa bukti yang kuat.
“Kami tidak mau menetapkan orang sebagai tersangka kalau tidak cukup bukti pak,” tegas Salam kepada Dwi.
Lantas Hakim Ketua Persidangan, Yusriansyah mengambil alih, dan kemudian kembali mempertegas pernyataan Dwi soal aliran dana tersebut.
Namun sekali lagi, Dwi memastikannya. “Jadi dari Rp27,6 miliar tidak ada yang masuk ke bupati?,” tanya Yusriansyah. “Tidak ada yang mulia,” jawab Dwi.
Usai persidangan yang digelar sejak pukul 4 sore hingga 10 malam itu, Salam mengatakan, sesuai fakta persidangan bahwa duit hasil dugaan gratifikasi Rp27,6 miliar dinikmati sendiri oleh terdakwa.
“Terkait kasus ini senilai Rp27,6 miliar dinikmati sendiri oleh terdakwa, oleh keluarganya melalui perusahaan PT BMPE,” beber Salam.
Sementara itu, Penasehat Hukum Terdakwa, Sahlan Alboneh membenarkan bahwa duit senilai Rp27,6 miliar pada perkara ini tak ada mengalir ke Maming.
Soal adanya aliran dana Rp89 miliar yang disampaikan saksi di sidang sebelumnya hanya dugaan yang dipastikannya bahwa itu diluar dari perkara ini.
Selain pemeriksaan terdakwa, pada sidang tersebut sebelumnya juga menghadirkan saksi yang meringkankan dihadirkan pihak terdakwa.
Mereka yakni Dr. Muzakkir sebagai pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, dan Margarito Kamis selaku pakar administrasi tata negara dari Universitas Khairul Ternate
Goambar Aspihani Ideris (tengah pakai kopiah haji), Ketua DPD Partai PERINDO Kalsel H Kasmili SAP SH (kanan) dan Ketua DPW Partai UMMAT Kalsel Ir Soegeng Soesanto (kiri pakai topi)
BERITA JUSTITIA – KALSEL // SEKRETARIS Panitia Penuntutan Pemekaran Kabupaten Gambut Raya, Aspihani Ideris menyambut baik atas dukungan yang datang dari Komite I DPD RI, terhadap pemekaran Kabupaten Gambut Raya. Menurut Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini dengan adanya dukungan tersebut merupakan bentuk bahwa keberhasilan Gambut Raya menjadi daerah otonom baru sudah terbuka lebar.
“Tidak ada keraguan lagi, Gambut Raya akan menjadi daerah otonom baru dalam beberapa tahun ke depan,” kata Aspihani, Kamis (19/5/2022) di saat dihubungi awak media ini via call WhatsApp.
Didampingi Ketua DPD Partai PERINDO Kalsel H Kasmili SAP SH dan Ketua DPW Partai UMMAT Kalsel Ir Soegeng Soesanto, tokoh aktivis pergerakan Kalimantan ini sangat berterimakasih atas adanya pernyataan dukungan yang disampaikan langsung oleh anggota Komite I Habib Abdurrahman Bahasyim pada saat Paripurna DPD RI ke-11 Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022 di Komplek Parlemen DPR/MPR/DPD RI Senayan Jakarta, Rabu (18/05/22) kemaren, ucapnya.
“Adanya bukti dukungan dari Komite I DPD RI yang di sampaikan tersebut, saya menyakini 99,9 persen keinginan warga Gambut Raya memiliki kabupaten sendiri yang memekarkan dari Kabupaten Banjar pasti akan segera terwujud, karena saya sangat mengetahui sifat Habib Abdurrahman Bahasyim ini, beliau satu alumni sama saya di Ponpes Datuk Kelampayan Bangil, kalau beliau mendukung itu tidak setengah-setengah, beliau pasti mendukung sampai tuntas, semoga beliau selalu dalam lindungan Allah SWT,” tutup Aspihani dalam do’anya, Aaamiinn Yaa Rabbal’aalamiiin.
Dikutip pada isi Laporan hasil Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah di Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Selatan sejak 15 April hingga 15 Mei 2022 menyebutkan bahwa di Provinsi Kalimantan Selatan isu mengenai pemekaran wilayah Kabupaten Banjar makin santer, bahkan Panitia Penuntutan Pemekaran Kabupaten Gambut Raya juga saat ini telah berhasil melakukan pendekatan dan mendapatkan komitmen dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar untuk dijadikan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Laporan yang dibacakan Anggota DPD RI Dapil Kalsel, Habib Abdurrahman Bahasyim tersebut menjelaskan, bahwa saat ini panitia telah mengupayakan persetujuan Pemerintah Daerah dan akan sedang pula mengajukan usulan kepada Kementerian Dalam Negeri.
Lebih lanjut, masih menurut laporan itu juga menyebutkan, bahwa Pemekaran wilayah di Kabupaten Banjar mendapat dukungan dari masyarakat 6 kecamatan yang meliputi wilayah Sungai Tabuk, Kertak Hanyar, Tatah Makmur, Aluh-Aluh, Beruntung Baru dan Gambut, karena kawasan ini telah menunjukkan peningkatan perekonomian dan pembangunan serta layak dijadikan tempat pemerintahan kabupaten baru.
Menurut Anggota DPD RI yang akrab disapa Habib Banua ini, alasan yang paling penting dari usulan pemekaran ini adalah karena masyarakat di enam kecamatan merasakan secara geografis ibukota Kabupaten Banjar terlampau jauh, sehingga masyarakat banyak yang mengeluhkan jika harus mengurus administrasi kependudukan.
“Masyarakat perlu waktu lama dan jarak tempuh yang jauh untuk mengurus administrasi kependudukan, jadi wajar kalau masyarakat sangat antusias jika 6 kecamatan jadi kabupaten baru,” ujar Habib yang dapat gelar kehormatan dari Kesultanan Banjar ini dengan gelar Pangeran Syarif. (mas Wiji)
BERITA JUSTITIA – KALSEL // Perusahaan Daerah (PD) Baramarta pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) yang beroperasi di wilayah Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan disinyalir mengabaikan tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap lingkungan.
Salah satu tokoh pemuda di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, Mahyuni mendatangi sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di Banjarmasin untuk mendapatkan solusi berkaitan tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) PD Baramarta terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya lokasi pertambangan batubara nya.
Mahyuni mengatakan, PD Baramarta selama ini tidak pernah peduli dengan masyarakat terdampak akibat aktifitas tambang batubara dibawah koordinasi PD Baramarta, ucapnya, Senin (9/5/2022) kepada sejumlah wartawan.
Menurut Mahyuni, disaat pihaknya mempertanyakan ke pihak PD Baramarta pada tahun 2019 yang lalu di kantornya di Martapura, salah satu karyawan PD Baramarta mengatakan, permasalahan CSR itu sudah sejak lama di kelola oleh yayasan “Bina Lingkungan Hidup Indonesia” (BLHI) Kalimantan, dalam ceritanya.
“Anda temui saja pimpinan BLHI saudara Badrul Ain kalau ingin menanyakan permasalahan Corporate Social Responsibility (CSR), karena CSR PD Baramarta sejak dulu sudah dikelola yayasan tersebut,” ucap Mahyuni seakan-akan menirukan ucapan pegawai PD Baramarta tersebut.
Mahyuni memaparkan, 11 tahun berjalan ini PD Baramarta tidak pernah memberikan bantuan sosial yang berarti terhadap masyarakat sekitar lingkungan wilayah pertambangan PKP2B PD. Baramarta.
“Tahun 2011 dulu pernah masyarakat menerima bantuan sosial penyaluran CSR tersebut, namun itupun sangat tidak maksimal dan sangat jauh dari harapan yang diinginkan masyarakat, karena bantuan tersebut habis di jalan buat biaya bolak-balik antara Sungai Pinang (lokasi pertambangan batubara milik PD Baramarta) ke Martapura (kantor PD Baramarta),” ujar Mahyuni.
Kita tidak tahu jelas, ucap Yuni, patut diduga apakah ini ada permainan PD Baramarta atau BLHI, siapakah yang bermain di balik penggunaan dana CRS tersebut? Dikarenakan sampai saat ini kami tidak mendapatkan dana CSR tersebut lagi.
“Disaat kami menemui pak Badrul Ain selalu Direktur BLHI, saya
malahan diminta menemui pak Hus di kantor PD Baramarta, dan oleh pak Hus saya di minta menemui pak Badrul Ain dengan alasannya pak Hus bukan pelaku yang bisa mengambil kebijakan dan wewenang, kata pak Hus silakan tanyakan saja ke Badrul Ain. Sepertinya saya seperti dijadikan Bola Pingpong,” tukas Yuni panggilan akrabnya.
“Disaat mau merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia kami pernah mengajukan proposal minta bantuan dana untuk kegiatan tersebut, namun tidak pernah ditanggapi, bahkan Proposal Langgar Muhajirin RT 02 Desa Sungai pinang saja sampai sekarang tidak pernah di perhatikan juga,” jelas Yuni.
Senandung nada, Syamsir salah satu tokoh aktifis di Sungai Pinang mengatakan, PD Baramarta menurut pantauan kami sudah lebih dari sepuluh tahun ini tidak pernah maksimal memenuhi kewajibannya memberikan CSR terhadap masyarakat di sekitar tambang batubara ini.
“Dulu pernah ada media memvideokan perkebunan di wilayah kami ini, dengan men dalihkan bahwa perkebunan itu adalah bantuan program CSR PD Baramarta, namun langsung di tangkal oleh pemilik kebun, akhirnya media tersebut membatalkannya mengambil video perkebunan tersebut, nah ini jelas manipulasi yang mereka lakukan. Semoga PD Baramarta untuk kedepannya ini bisa benar-benar menyalurkan kewajiban nya dengan menjalankan program CSR sebagaimana UU di Indonesia yang berlaku saat ini,” ucapnya ringkas kepada awak media ini Senin (9/5/2022).
Wakil Direktur Pemerhati Lingkungan dan Tambang (PELITA) Kalimantan, Wijiono, SH, MH mengatakan sebuah perusahaan yang mendapatkan hasil produksi dari Sumber Daya Alam menurut Pasal 1 angka 3 UUPT, maka bertanggung jawab sosial dan lingkungan guna pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, katanya saat dihubungi awak media ini lewat telepon, Senin (9/5/2022).
“Kan PD Baramarta ini milik Pemkab Banjar, seharusnya kewajiban memberikan bantuan sosial lewat program CRS itu wajib diutamakan, apalagi wilayah Kecamatan Sungai Pinang itukan bagian dari wilayah Kabupaten Banjar juga,” ucap Mas Wiji panggilan akrabnya.
Dari data yang didapatkan, papar Wijiono yang di ketahui Sekretaris Jenderal di Organisasi Advokat “Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI)”, PD Baramarta mendapatkan hasil Sumber Daya Alam berupa tambang batubara di wilayah Kecamatan Sungai Pinang tersebut cukup banyak, Tahun 2011 PD Baramarta mendapatkan sekitar Rp 45 Miliar, Tahun 2012 Rp 49 Miliar, dan Tahun 2013 mencapai Rp 53 Miliar.
“Jadi jika PD Baramarta tidak menyalurkan CSR nya di wilayah Kecamatan Sungai Pinang, maka itu merupakan hal yang sangat tidak wajar dan memalukan“, papar Wijiono.
Senandung nada, Wakil Sekretaris Jenderal Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM Kalimantan), Drs. Abdussani, SH, M.I.Kom, Senin pagi (9/5/2022) mengatakan, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau Corporate Social Responsibility (TJSL) itu wajib dilaksanakan oleh perusahaan tambang batu bara sekelas PD Baramarta.
Salah satu Pengacara dan Dosen di Bumi Lambung Mangkurat ini berkata, Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Bang Sani panggilan akrabnya dalam keseharian ini menjelaskan, selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari TJSL.
Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa Peringatan tertulis; Pembatasan kegiatan usaha; Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Selain dikenai sanksi administratif, menurut bang Sani, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) UU 25/2007).
“PD Baramarta itu bertanggung jawab atas pekerjaannya di Sungai Pinang, dimana tanggungjawab itu sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan yang di sebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Karena tanggung jawabnya itu merupakan komitmen perusahaan dalam dunia bisnis untuk berkontribusi pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, dan menitik beratkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan sekitarnya,” kata Aspihani Ideris saat di hubungi awak media ini untuk tanggapannya, Senin (9/5/2022).
Tokoh aktifis dan juga seorang Dosen Hukum di perguruan tinggi terkemuka di Kalimantan Selatan ini, mengatakan, bahwa CSR merupakan kewajiban perusahaan untuk menyalurkannya dan bukan kebaikan dari perusahaan, karena tersebut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memerintahkannya, dimana termuat dalam pasal 1 ayat (3), pasal 66 ayat (2) dan pasal 74 ayat (1).
Selain dari Ketentuan tadi, mengenai CSR juga termuat dalam ketentuan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana tertuang dalam pasal 15 huruf (b), PD Baramarta berkewajiban untuk mengimplementasikan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut untuk tiap tahunnya. Perlu di catat, kewajiban ini bukan hanya untuk PD Baramarta, namun berlaku untuk semua perseroan terbatas” ucapnya.
Karenanya, Aspihani mengharapkan DPRD Banjar menyurati semua perseroan terbatas yang bergerak dalam pengelolaan lingkungan, yakni perusahaan yang menggeluti dunia pertambangan untuk melaksanakan kewajibannya menerapkan program CSR tersebut. Selain itu pula, setiap perseroan terbatas harus memperhatikan Ketentuan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan, karena didalam pasal 68 UU No. 32 tahun 2009 menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu dan menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup serta menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, tukasnya. (Wiji)
BERITA JUSTITIA – KALSEL// AMANDEMEN II dan III perjanjian kerjasama kemitraan antara LSM PELITA Kalimantan yang di tandatangani antara Kuasa Direksi PT Borneo Indobara dengan perwakilan LSM yang di tandatangani Badrul Ain berbuntut akan di meja hijaukan. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Hilmi Hamsyi selaku Direktur Badan Pimpinan Wilayah Kalimantan Selatan Pemerhati Lingkungan dan Tambang Kalimantan (PELITA Kalimantan), Sabtu (14/5/2022) kepada sejumlah media media.
“Sudah delapan belas bulan sejak meninggal dunianya bapak Fahmi, pengurus LSM PELITA Kalimantan tidak pernah menerima uang jasa kemitraan lagi, padahal kami mengetahuinya bahwa LSM PELITA Kalimantan mendapatkan uang jasa kemitraan dari PT Borneo Indobara sebesar sepuluh juta rupiah perbulan,” kata Hilmi.
Didalam amandemen II yang ditandatangani tanggal 01 Februari 2021 dan amandemen III yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 2022 perjanjian kerjasama kemitraan dengan sejumlah LSM termasuk PELITA Kalimantan masing-masing berdasarkan surat kuasa.
Namun kata Hilmi, pimpinan PELITA Kalimantan tidak pernah membuat maupun membubuhkan tandatangan dengan memberikan kuasa kepada Badrul Ain.
“Siapa yang memberikan kuasa ke Badrul Ain? Nggak ada sama sekali pimpinan PELITA Kalimantan memberikan kuasa ke dia, artinya surat kuasa di amandemen II dan amandemen III adalah bodong alias PALSU,” beber Hilmi.
Senandung nada, Ahmad Yani yang merupakan Sekretaris Pendiri PELITA Kalimantan menegaskan bahwa LSM PELITA Kalimantan tidak pernah memberikan kuasa kepada Badrul Ain.
“Siapa yang memberi kuasa kepada Badrul Ain untuk suatu ikatan kerjasama dengan PT. BIB, nggak ada sama sekali. Karena sayapun sebagai salah satu pendiri maupun Pengurus LSM PELITA Kalimantan tidak pernah memberikan surat kuasa untuk hal tersebut, dan jika benar pun PELITA bermitra dengan Borneo Indobara, maka kita pasti menerima uang jasanya, namun selama hampir dua tahun ini kami tidak pernah menerima uang jasa kemitraan tersebut,” beber Yani panggilan akrabnya kepada wartawan, Sabtu (14/5/2022).
Yani memberikan saran agar Direksi PT Borneo Indobara dapat bisa duduk bersama satu meja dengan pengurus LSM PELITA Kalimantan guna dapat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
“Dengan duduk satu meja saya yakin semua masalah ini dapat terselesaikan dengan baik. BIB pun sebaiknya mengaudit Badrul Ain dengan memanggilnya. Disana nantinya BIB meminta pertanggungjawaban Badrul, kemana saja dia mengunakan uang jasa kemitraan tersebut. Karena disini ada dugaan seseorang memalsukan surat kuasa untuk mendapatkan ke untungan pribadi,” tegas Ahmad Yani.
Sekretaris Badan Pimpinan Wilayah Pemerhati Lingkungan dan Tambang Kalimantan (PELITA Kalimantan) Provinsi Kalimantan Selatan, H Musnam berpendapat, guna terselesaikan perkara pidananya, sebaiknya PT Borneo Indobara mentransferkan uang jasa kemitraan tersebut ke masing-masing ormas dan LSM yang bermitra dengan BIB.
“PELITA Kalimantan sudah berkirim surat ke Direksi PT Borneo Indobara, mohon kalau mentransfer hak kami kerekening PELITA Kalimantan saja, atau gak usah dibayar lagi uang kemitraan untuk hak LSM PELITA Kalimantan dan tolong kontrak kerja sama kemitraan minta dirubah saja, jadi LSM PELITA keluar, sehingga kalau ada aksi dari LSM PELITA tidak disalahkan, karena sudah tidak ada lagi kerja samanya,” tegas Musnam kepada wartawan saat di hubungi via call WhatsApp, Sabtu (14/5/2022).
Kalau melihat hitungan bulan, kata Musnam, sudah delapan belas bulan uang PELITA Kalimantan yang tidak di bayarkan. Artinya, tegas dia, uang yang tidak di bayarkan hak PELITA Kalimantan ini berjalan sampai sekarang sebesar Rp 180juta rupiah, tukasnya.
Badrul Ain saat di hubungi via phone di nomor 0811510-xxx, tidak bisa tersambung.(Wiji)